Kamis, 04 April 2013

Struktur Produksi, Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan


STRUKTUR PRODUKSI, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN


 A.  Struktur Produksi
Struktur produksi adalah logika proses produksi, yang menyatakan hubungan antara beberapa pekerjaan pembuatan komponen sampai menjadi produk akhir, yang biasanya ditunjukkan dengan menggunakan skema. Struktur produksi nasional dapat dilihat menurut lapangan usaha dan hasil produksi kegiatan ekonomi nasional. Berdasarkan lapangan usaha struktur produksi nasional terdiri dari sebelas lapangan usaha dan berdasarkan hasil produksi nasional terdiri dari 3 sektor, yakni sektor primer, sekunder, dan tersier.
Sejalan dengan perkembangan pembangunan ekonomi struktur produksi suatu perekonomian cenderung mengalami perubahan dari dominasi sektor primer menuju dominasi sektor sekunder dan tersier. Perubahan struktur produksi dapat terjadi karena :
  1. Sifat manusia dalam perilaku konsumsinya yang cenderung berubah dari konsumsi barang barang pertanian menuju konsumsi lebih banyak barang-barang industry
  2. Perubahan teknologi yang terus-menerus, dan
  3. Semakin meningkatnya keuntungan komparatif dalam memproduksi barang-barang industri.
Struktur produksi nasional pada awal tahun pembangunan jangka panjang ditandai oleh peranan sektor primer, tersier, dan industri. Sejalan dengan semakin meningkatnya proses pembangunan ekonomi maka pada akhir Pelita V atau kedua, struktur produksi nasional telah bergeser dari dominasi sektor primer menuju sektor sekunder.

 B.  Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu periode,biasanya selama satu tahun.
Konsep Perhitungan
Berikut adalah beberapa konsep perhitungan pendapatan nasional :
1)  Produk Domestik Bruto/Gross Domestik Produk (PDB/GDP)
Produk domestik bruto (Gross Domestic Product) yaitu jumlah suatu produk yang berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya, karena jumlah yang didapatkan dari GDP bersifat bruto/kotor.
2)   Produk Nasional Bruto (GNP)
Produk Nasional Bruto (Gross National Product) atau PNB yaitu meliputi nilai-nilai produk yang berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk selama satu tahun, termasuk hasil-hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh warga negara yang berada di luar negeri, tetapi tidak termasuk hasil produksi perusahaan asing yang beroperasi di wilayah negara tersebut.
PNB = PDB + Pendapatan faktor produksi luar negeri – Pembayaran Faktor produksi luar negeri
3)   Produk Nasional Neto (NNP)
Produk Nasional Neto (Net National Product) adalah penggantian barang modal/penyusutan bagi peralatan produksi yang dipakai dalam proses produksi yang umumnya bersifat taksiran sehingga mungkin saja kurang tepat dan dapat menimbulkan kesalahan meskipun relatif kecil.
NNP = GNP – Depresiasi
4)   Pendapatan Nasional Neto (NNI)
Pendapatan Nasional Neto (Net National Income) adalah pendapatan yang dihitung berdasarkan jumlah balas jasa yang diterima oleh masyarakt sebagai pemilik faktor produksi. Besarnya NNI dapat diperoleh dari NNP dikurang pajak langsung (subsidi).
NNI = NNP – Pajak Langsung
5)   Pendapatan Perseorangan (PI)
Pendapatan perseorangan (Personal Income) yaitu pendapatan yang diterima oleh masyarakat. Pendapatan perseorangan juga menghitung pembayaran transfer (transfer payment). Transfer payment adalah penerimaan-penerimaan yang bukan merupakan balas jasa produksi tahn ini, melainkan diambil dari sebagian pendapatan nasional tahun lalu. Untuk mendapatkan jumlah pendapatan perseorangan, NNI harus dikurangi dengan laba ditahan, dikurangi Pembayaran asuransi ditambah dengan pendapatan bunga personal dari pemerintah dan konsumen ditambah dari penerimaan bukan balas jasa.
PI = NNI – Laba ditahan – Pembayaran asuransi + Pendapatan bunga personal + Penerimaan Bukan balas jasa.
6)   Pendapatan yang siap dibelanjakan (DI)
Disposable Income adalah pendapatan yang siap untuk membeli barang dan jasa. Disposable income ini diperoleh dari personal income (PI) dikurangi dengan pajak pendapatan personal (Pajak Langsung). Pajak langsung (direct tax) adalah pajak yang bebannya tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, artinya harus langsung ditanggung oleh wajib pajak, contohnya pajak pendapatan. DI = PI – Pajak pendapatan prsonal.

 C.  Distribusi Pendapatan Nasional dan Kemiskinan
1.     Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan di Indonesia
Masalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan. Tidak meratanya distribusi pendapatan memicu terjadinya ketimpangan pendapatan yang merupakan awal dari munculnya masalah kemiskinan. Membiarkan kedua masalah tersebut berlarut-larut akan semakin memperparah keadaan, dan tidak jarang dapat menimbulkan konsekuensi negatif terhadap kondisi sosial dan politik.
Masalah kesenjangan pendapatan dan kemiskinan tidak hanya dihadapi oleh negara sedang berkembang, namun negara maju sekalipun tidak terlepas dari permasalahan ini. Perbedaannya terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat kesenjangan dan angka kemiskinan yang terjadi, serta tingkat kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah penduduk suatu negara. Semakin besar angka kemiskinan, semakin tinggi pula tingkat kesulitan mengatasinya.
Negara maju menunjukkan tingkat kesenjangan pendapatan dan angka kemiskinan yang relative kecil dibanding negara sedang berkembang, dan untuk mengatasinya tidak terlalu sulit mengingat GDP dan GNP mereka relative tinggi. Walaupun demikian, masalah ini bukan hanya menjadi masalah internal suatu negara, namun telah menjadi permasalahan bagi dunia internasional.
Berbagai upaya yang telah dan sedang dilakukan oleh dunia internasional, baik berupa bantuan maupun pinjaman pada dasarnya merupakan upaya sistematis untuk memperkecil kesenjangan pendapatan dan tingkat kemiskinan yang terjadi di negara-negara miskin dan sedang berkembang. Beberapa lembaga internasional seperti IMF dan Bank Dunia serta lembaga-lembaga keuangan internasional lainnya berperan dalam hal ini. Kesalahan pengambilan kebijakan dalam pemanfaatan bantuan dan/ atau pinjaman tersebut, justru dapat berdampak buruk bagi struktur sosial dan perekonomian negara bersangkutan.
Perbedaan pendapatan timbul karena adanya perbedaan dalam kepemilikan sumber daya dan faktor produksi terutama kepemilikan barang modal (capital stock). Pihak (kelompok masyarakat) yang memiliki faktor produksi yang lebih banyak akan memperoleh pendapatan yang lebih banyak pula. Menurut teori neoklasik, perbedaan pendapatan dapat dikurangi melalui proses penyesuaian otomatis, yaitu melalui proses “penetasan” hasil pembangunan ke bawah (trickle down) dan kemudian menyebar sehingga menimbulkan keseimbangan baru. Apabila proses otomatis tersebut masih belum mampu menurunkan tingkat perbedaan pendapatan yang sangat timpang, maka dapat dilakukan melalui sistem perpajakan dan subsidi.
Penetapan pajak pendapatan/penghasilan akan mengurangi pendapatan penduduk yang pendapatannya tinggi. Sebaliknya subsidi akan membantu penduduk yang pendapatannya rendah, asalkan tidak salah sasaran dalam pengalokasiannya. Pajak yang telah dipungut apalagi menggunakan sistem tarif progresif (semakin tinggi pendapatan, semakin tinggi prosentase tarifnya), oleh pemerintah digunakan untuk membiayai roda pemerintahan, subsidi dan proyek pembangunan. Dari sinilah terjadi proses redistribusi pendapatan yang akan mengurangi terjadinya ketimpangan.
Tingginya Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara belum tentu mencerminkan meratanya terhadap distribusi pendapatan. Kenyataan menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat tidak selalu merata, bahkan kecendrungan yang terjadi justru sebaliknya. Distribusi pendapatan yang tidak merata akan mengakibatkan terjadinya disparitas. Semakin besar perbedaan pembagian “kue” pembangunan, semakin besar pula disparitas distribusi pendapatan yang terjadi. Indonesia yang tergolong dalam negara yang sedang berkembang tidak terlepas dari permasalahan ini.

2.    Analisis Distribusi Pendapatan
a)    Distribusi Ukuran (personal distribution of income)
Distribusi pendapatan perseorangan (personal distribution of income) atau distribusi ukuran pendapatan (size distribution of income) merupakan indikator yang paling sering digunakan oleh para ekonom. Ukuran ini secara langsung menghitung jumlah penghasilan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga.
Yang diperhatikan di sini adalah seberapa banyak pendapatan yang diterima seseorang, tidak peduli dari mana sumbernya, entah itu bunga simpanan atau tabungan, laba usaha, utang, hadiah ataupun warisan.
Lokasi sumber penghasilan (desa atau kota) maupun sektor atau bidang kegiatan yang menjadi sumber penghasilan (pertanian, industri, perdagangan, dan jasa) juga diabaikan.
b)   Kurva Lorenz
Sumbu horisontal menyatakan jumlah penerimaan pendapatan dalam persentase kumulatif. Misalnya, pada titik 20 kita mendapati populasi atau kelompok terendah (penduduk yang paling miskin) yang jumlahnya meliputi 20 persen dari jumlah total penduduk. Pada titik 60 terdapat 60 persen kelompok bawah, demikian seterusnya sampai pada sumbu yang paling ujung yang meliputi 100 persen atau seluruh populasi atau jumlah penduduk.
Sumbu vertikal menyatakan bagian dari total pendapatan yang diterima oleh masing-masing persentase jumlah (kelompok) penduduk tersebut. Sumbu tersebut juga berakhir pada titik 100 persen, sehingga kedua sumbu (vertikal dan horisontal) sama panjangnya.
Setiap titik yang terdapat pada garis diagonal melambangkan persentase jumlah penerimanya (persentase penduduk yang menerima pendapatan itu terdapat total penduduk atau populasi). Sebagai contoh, titik tengah garis diagonal melambangkan 50 persen pendapatan yang tepat didistribusikan untuk 50 persen dari jumlah penduduk.
Titik yang terletak pada posisi tiga perempat garis diagonal melambangkan 75 persen pendapatan nasional yang didistribusikan kepada 75 persen dari jumlah penduduk.
Garis diagonal merupakan garis "pemerataan sempurna" (perfect equality) dalam distribusi ukuran pendapatan.
c)    Koefisien Gini dan Ukuran Ketimpangan
Pengukuran tingkat ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan yang relatif sangat sederhana pada suatu negara dapat diperoleh dengan menghitung rasio bidang yang terletak antara garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan luas separuh bidang di mana kurva Lorenz itu berada.
d)   Koefisien Gini dan Ukuran Ketimpangan Agregat
Pengukuran tingkat ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan yang relatif sangat sederhana pada suatu negara dapat diperoleh dengan menghitung rasio bidang yang terletak antara garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan luas separuh bidang di mana kurva Lorenz itu berada.
Koefisien Gini adalah ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan (pendapatan/ kesejahteraan) agregat (secara keseluruhan) yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan yang sempurna).
Angka ketimpangan untuk negara-negara yang ketimpangan pendapatan di kalangan penduduknya dikenal tajam berkisar antara 0,50 hingga 0,70.
Untuk negara-negara yang distribusi pendapatannya dikenal relatif paling baik (paling merata), berkisar antara 0,20 sampai 0,35.

3.    Pertumbuhan dan Pemerataan dalam Konteks Pembangunan Ekonomi Indonesia Selama Ini
Simon Kuznets (1955) membuat hipotesis adanya kurva U terbalik (inverted U curve) bahwa mula-mula ketika pembangunan dimulai, distribusi pendapatan akan makin tidak merata, namun setelah mencapai suatu tingkat pembangunan tertentu, distribusi pendapatan makin merata.

4.  Definisi Kemiskinan Menurut Beberapa Ahli
Menurut Sallatang (1986) kemiskinan adalah ketidakcukupan penerimaan pendapatan dan pemilikan kekayaan materi, tanpa mengabaikan standar atau ukuran-ukuran fisiologi, psikologi dan sosial.
Menurut Esmara (1986) mengartikan kemiskinan ekonomi sebagai keterbatasan sumber-sumber ekonomi untuk mempertahankan kehidupan yang layak. Fenomena kemiskinan umumnya dikaitkan dengan kekurangan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak.
Menurut Basri (1995) bahwa kemiskinan pada dasarnya mengacu pada keadaan serba kekurangan dalam pemenuhan sejumlah kebutuhan, seperti sandang, pangan, papan, pekerjaan, pendidikan, pengetahuan, dan lain sebagainya.
Menurut Badan Pusat Statistik (2000), kemiskinan didefinisikan sebagai pola konsumsi yang setara dengan beras 320 kg/kapita/tahun di pedesaan dan 480 kg/kapita/tahun di daerah perkotaan.
Poli (1993) , menggambarkan kemiskinan sebagai keadaan ketidakterjaminan pendapatan, kurangnya kualitas kebutuhan dasar, rendahnya kualitas perumahan dan aset-aset produktif, ketidakmampuan memelihara kesehatan yang baik, ketergantungan dan ketiadaan bantuan, adanya perilaku antisosial (anti-social behavior), kurangnya dukungan jaringan untuk mendapatkan kehidupan yang baik, kurangnya infrastruktur dan keterpencilan, serta ketidakmampuan dan keterpisahan.
Bappenas dalam dokumen Strategi Nasional  , Penanggulangan Kemiskinan juga mendefinisikan masalah kemiskinan bukan hanya diukur dari pendapatan, tetapi juga masalah kerentanan dan kerawanan orang atau sekelompok orang, baik laki-laki maupun perempuan untuk menjadi miskin
SPECKER (1993) mengatakan bahwa kemiskinan mencakup beberapa hal yaitu :
1)    Kekurangan fasilitas fisik bagi kehidupan yang normal
2)   Gangguan dan tingginya risiko kesehatan,
3)   Risiko keamanan dan kerawanan kehidupan sosial ekonomi dan lingkungannya,
4)   Kekurangan pendapatan yang mengakibatkan tidak bisa hidup layak, dan
5)   Kekurangan dalam kehidupan sosial yang dapat ditunjukkan oleh ketersisihan sosial,


SUMBER: