Softskill Ekonomi Koperasi
Koperasi
di Dunia
A.
Inggris
Penderitaan yang dialami oleh kaum buruh di
berbagai Negara di Eropa pada awal abad ke-19 dialami pula oleh para pendiri
koperasi konsumsi di Rochdale, Inggris, pada tahun 1844.
Pada mulanya koperasi Rochdale
memang hanya bergerak dalam usaha kebutuhan konsumsi, tapi kemudian meraka
mulai mengembangkan sayapnya dengan melakukan usaha-usaha produktif. Dengan
berpegangan pada asas-asas Rochdale, para pelopor koperasi Rochdale
mengembangkan toko kecil mereka itu menjadi usaha yang mempu mendirikan pabrik,
menyediakan perumahan bagi para anggotanya, serta menyelenggarakan pendidikan
untuk meningkatkan pengetahuan anggota dan pengurus koperasi.
Menyusun keberhasilan koperasi
Rochdale, pada tahun 1852 telah berdiri sekitar 100 koperasi konsumsi di
Inggris. Sebagaimana koperasi Rochdale, koperasi-koperasi ini pada umumnya
didirikan oleh para konsumen.
Dalam rangka lebih memperkuat
gerakan koperasi, pada tahun 1862, koperasi-koperasi konsumsi di Inggris
menyatukan diri menjadi pusat Koperasi pembelian dengan nama The Cooperative Whole-sale Society,
disingkat C. W. S. Pada tahun 1945,
C.W.S telah memiliki sekitar 200 buah pabrik dan tempat usaha dengan 9000
pekeja, yang perputaran modalnya mencapai 55000000 poundsterling. Sedangkan
pada tahun 1950, jumlah anggota koperasi di seluruh wilayah Inggris telah
berjumlah lebih dari 11000000 orang dari sekitar 50000000 orang penduduk
Inggris.
B.
Perancis
Perancis dn perkembangan industri telah menimbulkan
kemiskinan dan penderitaan bagi rakyat Perancis. Berkat dorongan
pelopor-pelopor mereka seperti Charles Forier, Louis Blanc, serta Ferdinand
Lasalle, yang menyadari perlunya perbaikan nasib rakyat, para pengusaha kecil
di Perancis berhasil membangun koperasi-koperasi yang bergerak dibidang produksi.
Dewasa
ini di Perancis terdapat Gabungan
Koperasi Konsumsi Nasional Perancis (Federation Nationale Dess Cooperative de
Consommantion), dengan jumlah koperasi yang tergabung sebanyak 476 buah.
Jumlah anggotanya mencapai 3460000 orang, dan toko yang dimiliki berjumlah 9900
buah dengan perputaran modal sebesar 3600 milyar franc/tahun.
C.
Amerika Serikat.
Keadaan sosial ekonomi Amerika
Serikat pada pertengahan abad ke-19 hampir sama dengan Inggris. Menurut
catatan, jumlah Koperasi yang tumbuh antara tahun 1863-1939, berjumlah 2600
buah. Sekitar 57% dari Koperasi-koperai ini mengalami kegagalan.
Menurut catatan, dalam periode
1909-1921, sekitar 52% dari seluruh pekumpulan Koperasi pertanian yang ada telah bekerja secara efektif.
Dalam perkembangannya, ada banyak jenis Koperasi yang berkembang di Amerika
Serikat. Di daerah pedesaan antara lain dikenal adanya Koperasi Asuransi
Bersama, Koperasi Llistrik dan Telepon, Koperasi Pengawetan Makanan, Koperasi
Simpan-Pinjam dan Koperasi Penyediaan Benih. Sedangkan Koperasi-koperasi di
perkotaan seringkali menyelenggarakan toko-toko eceran. Koperasi kredit dan
Koperasi Perumahan juga banyak ditemukan dikota-kota, di Amerika Serikat juga
berkembang Koperasi Rumah Sakit dan Koperasi Kesehatan.
Koperasi pertama yang berdiri di
Amerika Serikat adalah The Philadelphia
Contributionship From Lose By Fire.
Semacam asuransi kebakaran. Berikutnya berdiri koperasi pengairan yang mengurus
irigasi pertanian.Dan pada tahun 1880 berdiri koperasi-koperasi pertanian yang
besar (History and Performance of Inkopkar 1995). Sementara itu, di Amerika
Serikat, selama bertahun-tahun juga telah berkembang perkumpulan simpan pinjam
yang dikenal dengan nama Credit Union, berkat anjuran Alphonso Desjardin (1854-
1921).
Sebelumnya masyarakat pernah mencoba
mendirikan perkumpulan serupa, seperti yang pernah didirikan oleh kaum pekerja
pada tahun 1892 yang bernama The Boston Globe. Namun kurang mendapat sambutan
masyarakat karena dinilai terlalu mengejar keuntungan, sehingga tidak
mencerminkan suatu bentuk kerja sama dan tolong menolong.Alphonso, memulai
usaha simpan pinjam dengan mendirikan semacam “Bank Rakyat” pada tahun 1900 di
Levis Queebec, dengan menggerakkan kegiatan menabung di kalangan petani maupun
buruh dan selanjutnya meminjamkan kepada sesama anggota yang memerlukan.
Perkembangan yang pesat usaha simpan pinjam melalui “bank rakyat ” mendorong
Alphonso berpikir akan perlunya landasan hukum bagi usaha tersebut.Atas usaha
keras Alphonso bersama temannya Edward A Filene (1860-1913), pada tahun 1909,
lahirlah undang-undang pertama tentang koperasi Simpan pinjam di Massachussets.
Dalam perkembangannya, undang-undang tentang koperasi simpan pinjam itu juga
mulai melebar ke New Hampshire.Koperasi simpan pinjam tersebut selanjutnya
menjadi model atau teladan bagi seluruh koperasi simpan pinjam di Amerika
Serikat, bahkan sampai ke Kanada.
Sampai tahun 1915, jumlah koperasi
simpan pinjam atau credit union telah bertambah menjadi 11 unit dan tiga tahun
kemudian meningkat menjadi 42 unit.Dan sampai tahun 1934 telah bertambah
menjadi sekitar 2.400 unit yang tersebar di 38 negara bagian.Pada tahun
tersebut, Presiden Roosevelt menandatangani Federal Credit Union Act.Dan pada
tahun itu pula terbentuk Federal Credit Union yang menamakan diri sebagai
National Credit Union Association, yang berkedudukan di Madison, Wiscounsin.
D. Filipina
Lahirnya koperasi di Filipina dipicu
oleh lahirnya kebijakan reforma Agraria. Koperasi yang berhasil di Filipina adalah Federasi Koperasi Mindanao (FEDCO), yang memiliki sekitar 20
anggota koperasi& 3600 petani perorangan. Koperasi ini mengelola hampir
5000 hektar lahan dengan komoditi pisang. MIDECO adalah salah satu koperasi yang pendiriannya didukung oleh LSM
pada tahun 1986.
E. Malaysia
Gerakan koperasi di Malaysia
diperkenalkan pada tahun 1909 oleh pemerintah colonial. Penciptaan RIDA (OtoritaPengembangan
Pedesaan&Industri) pada tahun 1990 membantu menfalisitasi melalui
pegembanganpedesaan yang terintegrasi. Gerakan koperasi yang terkenal di Malaysia adalah gerakan koperasi
pengembangan perumahan
F. Jepang
kelahiran Koperasi di Jepang mulai
muncul ketika perekonomian uang mulai dikenal oleh masyarakat pedalaman.
Gerakan Koperasi pertanian mengalami kemajuan yang sangat pesat sejak tahun
1930-an, khususnya ketika penduduk Jepanng menghadapi krisis ekonomi yang
melanda dunia dalam periode 1933. Di Jepang ada dua bentuk Koperasi pertania.
Yang pertama disebut Koperasi Pertanian Umum. Koperasi ini bekerja atas dasar
serba usaha, misalnya menyelenggarakan usaha pemasaran hasil pertanian,
menyediakan kredit untuk usaha perasuransian, pemberian bimbingan dan
penyuluhan pertanian bagi usaha tani. Bentuk Koperasi yang lain disebut
Koperasi Khusus. Koperasi ini hanya menyelenggarakan satu jenis usaha seperti
Koperasi buah, Koperasi daging ternak, Koperasi bunga-bungaan dan sebagainya.
Pada umumnya Koperasi- koperasi pertanian di Jepang menyelenggarakan bentuk
usaha Koperasi yang pertama. Perlu ditambahakan, Koperasi-koperasi yang
menyelenggarakan kegiatan serba usaha juga tergabung dalam sebuah Koperasi Induk yang bernama Gabungan
Perkumpulan Koperasi Pertanian Nasional (Zenkoku Nogyo Kyodokumiai Chuokai).
Titik berat kegiatan Koperasi Gabungan atau ZEN-Noh ini adalah penyaluran
sarana produksi dan pemasaran hasil pertanian. Selain itu di Jepang juga
terdapat Induk Koperasi Asuransi Bersama, Induk Koperasi Perbankan untuk
pertanian-kehutanan dan pusat asosiasi penerbitan.
G. Korea
Perkembangan Koperasi di Korea,
khususnya Koperasi pedesaan, dimulai pada awal abad ke-20. Di Korea ada dua
organisasi pedesaan yang melayani kebutuhan kredit petani, yakni Bank Pertanian
Korea dan Koperasi Pertanian.
Pada tahun 1961dalam rangka pelaksanaan Undang- undang Koperasi pertanian yang baru, Bank Pertanian Korea dan Koperasi Pertanian digabungkan menjadi satu dengan nama Gabungan Koperasi Pertanian Nasional (National Agricultural Cooperative Federation), disingkat NACF. Gabungan ini bekerja atas dasar prinsip-prinsip Koperasi yang modern dan melakukan kerjanya atas dasar serba usaha (Multipurpose). NACF bertugas mengembangkan sector pertanian, meningkatkan peran ekonomi dan sosial petani, serta menyelenggarakan usaha- usaha peningkatan budaya rakyat.
Pada tahun 1961dalam rangka pelaksanaan Undang- undang Koperasi pertanian yang baru, Bank Pertanian Korea dan Koperasi Pertanian digabungkan menjadi satu dengan nama Gabungan Koperasi Pertanian Nasional (National Agricultural Cooperative Federation), disingkat NACF. Gabungan ini bekerja atas dasar prinsip-prinsip Koperasi yang modern dan melakukan kerjanya atas dasar serba usaha (Multipurpose). NACF bertugas mengembangkan sector pertanian, meningkatkan peran ekonomi dan sosial petani, serta menyelenggarakan usaha- usaha peningkatan budaya rakyat.
Koperasi
di Indonesia
Pemerintah
pun sebenarnya memiliki peran dalam permodalan dana koperasi, pemerintah memang
menyisihkan dana untuk namun subsidi tersebut tidak disebarkan untuk koperasi
jangkauan luas. Dana tersebut lebih dirasakan oleh koperasi yang berada di kota
– kota besar dan koperasi milik instansi pemerintah yang lebih banyak
koperasi nya bersifat tertutup, padahal jika dilihat dari jangkauannya koperasi
dikota – kota kecil ataupun pedesaan yang justru lebih menjangkau sampai
masyarakat luas. Koperasi Indonesia seharusnya dapat berdiri sendiri
walaupun tanpa campur tangan pemerintah, agar koperasi tersebut bisa mandiri
dan dapat bersaing dengan badan usaha lain di era yang semakin modern ini.
Koperasi
Indonesia yang semakin memprihatinkan ini disebabkan juga oleh factor manusia.
Banyak masyarakat Indonesia yang belum benar-benar mengenal apa itu koperasi
dan penerapannya. Serta anggotanya sendiri yang kurang pengetahuan
tentang ini. Hal ini terjadi karena sosialisasi yang kurang optimal. Anggota
koperasi biasanya hanya tahu bagaimana melayani konsumen padahal anggota
koperasi juga merupakan bagian dari kepemilikan koperasi tersebut. Mereka
berhak untuk berpartisipasi dalam memberikan kebijakan dan memberikan saran
agar koperasi bisa lebih maju., karena tanpa kerja sama antar anggota, koperasi
pun tidak akan ada, seperti prisipnya yaitu kekeluargaan.
Masalah
lainnya akibat dari tidak aktifnya koperasi-koperasi di Indonesia adalah cara
pengelolaannya yang kurang professional. Sumber daya manusia disini sangat
penting untuk kemajuan koperasi. Sebenarnya yang harus dibenahi disini adalah
manajemen pengelolaan terhadap anggota-anggotanya juga. Koperasi yang berhasil
adalah yang mempunyai anggota dengan sikap yang transparan dan tanggung jawab.
Melihat
dari penjelasan wajah koperasi di Indonesia saat ini, banyak masalah yang satu
persatu harus dibenahi agar meciptakan koperasi Indonesia menjadi lebih baik
lagi. Yang harus dirubah yaitu dengan meningkatkan pendidikan dan tekhnologi
dengan cara memberika penyuluhan kepada generasi muda yang akan memajukkan
koperasi. Selain itu juga SDM atau sumber daya manusia yang tinggi, misalnya
dengan merekrut pekerja-pekerja Indonesia yang berkualitas dan berpendidikan.
Bukan hanya dari sisi eksternal saja tetapi juga dari segi internalnya yaitu
anggotanya yang harus bersikap transparan agar tidak terjadi penyelewengan dana
dan pemanfaatan koperasi untuk kepentingan pribadi.
English
The Government also has a role in actual
capital fund cooperatives, Government does set aside funds for the subsidies,
but do not spread to a wide range of cooperative. These funds are more
perceptible by the cooperative in the city – the city-owned cooperatives and
large government agencies that his cooperative is more closed, whereas if
viewed from a cooperative in its scope – the small town or the countryside more
precisely reach out to society at large. Indonesia cooperative should be able
to stand on its own even without government intervention, so that cooperatives
can be self-sustaining and can compete with other business entities in an
increasingly modern era. Indonesia's increasingly cooperative concern is caused
by the human factor.
The people of Indonesia have yet to truly
know what is cooperative and its application.
As well as its own members who are less knowledgeable about this. This
happens due to a less than optimal socialization. Cooperative members usually
know only how to serve consumers when cooperative members are also part of the
ownership of the cooperative. They are entitled to participate in providing
policy and providing advice in order that the cooperative could be more
forward. because without teamwork between members, the cooperative also would
not exist, such as the prisipnya family.
Other problems resulting from not active
cooperatives in Indonesia was the way management has a less professional. Human
resources here are very important for the progress of the cooperative. Actually
that should be addressed here is the management of its members as well.
Successful cooperatives are having a member with a transparent attitude and
responsibility.
See the description of the face of
cooperatives in Indonesia at this time, many of the issues that must be
addressed one by one to create the cooperative Indonesia get better again. That
should be changed is by improving education and technology by way of
attributing the extension to the younger generation that will memajukkan the
cooperative. In addition, HUMAN RESOURCES or human resources, for example by
recruiting the workers qualified and educated Indonesia. Not just from external
side only but also in terms of its internal member that should be transparent
so there happen to misappropriation of funds and cooperative utilization for
personal gain.
Sumber: