BAB
IV
HUKUM
PERIKATAN
Pengertian
Hukum
perikatan
yang dalam bahasa belanda dikenal dengan sebutan verbintenis ternyata memiliki
arti yang lebih luas daripada perjanjian. Hal ini disebabkan karena hukum
perikatan juga mengatur suatu hubungan hukum yang tidak bersumber dari suatu
persetujuan atau perjanjian. Hukum perikatan yang demikian timbul dari adanya
perbuatan melanggar hukum “onrechtmatigedaad” dan perkataan yang timbul dari
pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan “zaakwaarneming”.
Dasar
Hukum Perikatan
Dasar
hukum perikatan berdasarkan KUHP terdapat 3 sumber, yakni :
a. Perikatan yang timbul dari
persetujuan (perjanjian)
b. Perikatan yang timbul dari
undang-undang
c. Perkatan terjadi bukan perjanjian,
tetapi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan
sukarela (zaakwaarneming)
Sumber
perikatan berdasarkan Undang-undang, yaitu :
a.
Perikatan
( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan lahir karena persutujuan atau karena
undang-undang. perikatan ditunjukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat
sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
b. Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata
) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih
mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
c. Undang-undang ( Pasal 1352 KUH
Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang
atau dari undang-undang sebagai perbuatan orang
Azaz-azaz
dalam Hukum Perikatan
Asas-asas
dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas
kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
a. Asas Kebebasan Berkontrak Asas
kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan
bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang
membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
b. Asas konsensualisme Asas
konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata
sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan
sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan
dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
c.
Asas
kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan
asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda
merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi
kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang.
Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat
oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338
ayat (1) KUHPdt.
d.
Asas
itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPdt yang berbunyi:
“Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas
bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi
kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik
dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik
nisbi (relative) dan itikad baik mutlak.
e.
Asas
kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan
dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini
dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPdt.
Wanprestasi dan Akibatnya
Wanprestasi
adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan
dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur.
Ada
empat kategori dari wanprestasi, yaitu :
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi
akan dilakukannya
b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya,
tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan
c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi
terlambat
d. Melakukan sesuatu yang menurut
perjanjian tidak boleh dilakukannya
Akibat-akibat
wanprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan
wanprestasi, dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu :
1) Membayar kerugian yang diderita oleh
kreditur ( ganti rugi )
Ganti
rugi sering diperinci meliputi tiga unsur, yakni : Biaya, Bunga dan Rugi
2) Pembatalan perjanjian atau pemecahan
perjanjian
Di
dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal
1248 KUH Perdata.
3) Peralihan resiko
Adalah
kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan
salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi objek perjanjian sesuai dengan
Pasal 1237 KUH Perdata.
Hapusnya Hukum Perikatan
Pasal
1381 secara tegas menyebutkan sepuluh cara hapusnya perikatan. Cara-cara
tersebut adalah:
a. Pembayaran dalam arti sempit adalah pelunasan
utang oleh debitur kepada kreditur, pembayaran seperti ini dilakukan dalam
bentuk uang atau barang. Sedangkan pengertian pembayaran dalam arti yuridis
tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk jasa seperti jasa
dokter, tukang bedah, jasa tukang cukur atau guru privat.
b. Konsignasi terjadi apabila seorang kreditur
menolak pembayaran yang dilakukan oleh debitur, debitur dapat melakukan
penawaran pembayaran tunai atas utangnya, dan jika kreditur masih menolak,
debitur dapat menitipkan uang atau barangnya di pengadilan.
c. Novasi adalah sebuah persetujuan, dimana
suatu perikatan telah dibatalkan dan sekaligus suatu perikatan lain harus
dihidupkan, yang ditempatkan di tempat yang asli. Ada tiga macam jalan untuk
melaksanakan suatu novasi atau pembaharuan utang yakni:
a) Apabila seorang yang berutang
membuat suatu perikatan utang baru guna orang yangmengutangkannya, yang
menggantikan utang yang lama yang dihapuskan karenanya. Novasi ini disebut
novasi objektif.
b) Apabila seorang berutang baru
ditunjuk untuk menggantikan orang berutang lama, yang oleh siberpiutang dibebaskan
dari perikatannya (ini dinamakan novasi subjektif pasif).
c) Apabila sebagai akibat suatu
perjanjian baru, seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur
lama, terhadap siapa si berutang dibebaskan dari perikatannya (novasi subjektif
aktif).
d. Kompensasi adalah penghapusan masing-masing
utang dengan jalan saling memperhitungkan utang yang sudah dapat ditagih antara
kreditur dan debitur.
e. Konfusio adalah percampuran kedudukan
sebagai orang yang berutang dengan kedudukan sebagai kreditur menjadi satu.
Misalnya si debitur dalam suatu testamen ditunjuk sebagai waris tunggal oleh
krediturnya, atau sidebitur kawin dengan krediturnya dalam suatu persatuan
harta kawin.
BAB
V
HUKUM
PERJANJIAN
Standar
Kontrak
Pengertian hokum perjanjian adalah perjanjian yang isinya
telah ditetapkan terlebih dahulu secara tertulis berupa formulir-formulir yang
digandakan dalam jumlah tidak terbatas, untuk ditawarkan kepada para konsumen
tanpa memperhatikan perbedaan kondisi para konsumen (Johannes Gunawan)
Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi dua
yaitu umum dan khusus.
a.
Kontrak standar umum artinya kontrak yang
isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada
debitur.
b. Kontrak standar
khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan
berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
Macam-Macam
Perjanjian
a) Perjanjian
Jual-beli
b) Perjanjian
Tukar Menukar
c) Perjanjian
Sewa-Menyewa
d) Perjanjian
Persekutuan
e) Perjanjian
Perkumpulan
f) Perjanjian
Hibah
g) Perjanjian
Penitipan Barang
h) Perjanjian
Pinjam-Pakai
i) Perjanjian
Pinjam Meminjam
j) Perjanjian
Untung-Untungan
Syarat
Sah Perjanjian
Hukum
adalah sebuah system yang menetapkan suatu tingkah laku yang diperbolehkan,
dilarang, atau yang harus dikerjakan. Berikut ini syarat sah hukum perjanjian
yang penting dicatat, yaitu :
a. Terdapat kesepakatan antara dua
pihak
b. Kedua pihak mampu membuat sebuah
perjanjian
c. Terdapat suatu hal yang dijadikan
perjanjian
d. Hukum perjanjian dilakukan atas
sebab yang benar.
Selain
poin diatas, sebuah perjanjian dapat dilaksanakan apabila telah memenuhi dasar
dan syarat – syaratnya. Berikut ini merupakan syarat sah sebuah perjanjian yang
harus diperhatikan. ;
1) Keinginan Bebas dari Pihak Terkait
yang berarti bahwa pihak – pihak yang terlibat tidak dalam unsur paksaan,
ancaman, maupun segala hal yang berbau tipu daya.
2) Kecakapan dari Pembuat Perjanjian,
perjanjian harus dibuat oleh pihak – pihak yang secara hukum dianggap cakap
untuk melakukan tindakan hukum. Contoh yang tidak cakap dalam melakukan
tindakan hukum antara lain anak – anak, orang cacat, dll
3) Ada Objek yang diperjanjikan,
perjanjian harus bersifat nyata / tidak fiktif
Saat
Lahirnya Perjanjian
Dalam
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal
1331 (1) dinyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya, Artinya, apabila obyek hukum yang dilakukan tidak berdasarkan niat yang tulus, maka
secara otomatis hukum perjanjian
tersebut dibatalkan demi hukum. Akan tetapi, apabila hukum perjanjian tidak
memenuhi unsur subjektif, misalnya salah satu pihak berada
dalam pengawasan dan tekanan pihak tertentu, maka perjanjian ini dapat
dibatalkan di hadapan hakim. Hukum perjanjian ini akan berlaku apabila
masing-masing pihak telah menyepakati isi perjanjian.
Menetapkan
kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
a.
Kesempatan
penarikan kembali penawaran;
b. Penentuan resiko;
c. Saat mulai dihitungnya jangka waktu
kadaluwarsa;
d. Menentukan tempat terjadinya
perjanjian.
Ada
beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya perjanjian
yaitu:
a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie),
perjanjian telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat
jawaban penerimaan. Dengan kata lain perjanjian itu ada pada saat pihak lain
menyatakan penerimaan/akseptasinya.
b.
Teori
Pengiriman (Verzending Theori), pengiriman jawaban akseptasi adalah saat
lahirnya perjanjian. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal
lahirnya perjanjian.
c.
Teori
Pengetahuan (Vernemingstheorie), saat lahirnya perjanjian adalah pada saat
jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
d.
Teori
penerimaan (Ontvangtheorie), saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya
jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka.
Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat
itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya perjanjian.
Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu
Perjanjian
Pembatalan Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang
membuat perjanjian atau pun batal demi hukum. Perjanjian yang dibatalkan
oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena:
a. Adanya suatu pelanggaran dan
pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau
tidak dapat diperbaiki.
b. Pihak pertama melihat adanya
kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak
dapat memenuhi kewajibannya.
c. Terkait resolusi atau perintah
pengadilan
d. Terlibat hukum
e. Tidak lagi memiliki lisensi,
kecakapan atau wewenang dalam melaksankan perjanjian
Pelaksanaan perjanjian
Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan
ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan
perjanjian harus harus megindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah
satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian
ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak
supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Jadi perjanjian itu mempunyai
kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat
pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara
sepihak saja.
BAB
VI & VII
HUKUM
DAGANG
Hubungan
Hukum Perdata dengan Hukum Dagang
Hukum dagang adalah hukum perikatan yang timbul
khusus dari lapangan perusahaan. Hukum perdata diatur dalam KUH
Perdata dan Hukum Dagang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
Kesimpulan ini sekaligus menunjukkan bagaimana
hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata. Hukum perdata merupakan hukum
umum (lex generalis) dan hukum dagang merupakan hukum khusus (lex specialis).
Dengan diketahuinya sifat dari kedua kelompok hukum tersebut, maka dapat
disimpulkan keterhubungannya sebagai lex specialis derogat lex generalis,
artinya hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum.
Adagium ini dapat disimpulkan dari pasal 1 Kitab undang-Undang Hukum Dagang
yang pada pokoknya menyatakan bahwa: “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
seberapa jauh dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak khusus diadakan
penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang disinggung dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Berlakunya
Hukum Dagang
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang masih berlaku di Indonesia berdasarkan Pasal 1 aturan peralihan UUD 1945 yang
pada pokoknya mengatur bahwa peraturan yang ada masih tetap berlaku sampai
pemerintah Indonesia memberlakukan aturan penggantinya. Di negeri Belanda
sendiri Wetbook van Koophandel telah mengalami perubahan, namun di Indonesia
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak mengalami perubahan yang komprehensif
sebagai suatu kodifikasi hukum. Namun demikian kondisi ini tidak berarti bahwa
sejak Indonesia merdeka, tidak ada pengembangan peraturan terhadap permasalahan
perniagaan. Perubahan pengaturan terjadi, namun tidak tersistematisasi dalam
kodifikasi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Strategi perubahan pengaturan
terhadap masalah perniagaan di Indonesia dilakukan secara parsial (terhadap
substansi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) dan membuat peraturan baru terhadap
substansi yang tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Hubungan
Pengusaha dan Pembantunya
Pengusaha
yang mengajak pihak lain untuk menjalankan usahanya secara bersama-sama atau
perusahaan yang dijalankan dan dimiliki lebih dari satu orang, dalam istilah
bisnis disebut sebagai bentuk kerjasama. Bagi perusahaan yang sudah besar,
memasarkan produknya biasanya dibantu oleh pihak lain, yang disebut sebagai
pembantu pengusaha. Secara umum pembantu pengusaha dapat digolongkan menjadi 2,
yaitu :
a. Pembantu-pembantu pengusaha didalam
perusahaan, misalnya pelayan toko, pekerja keliling, pengurus filial, pemegang
prokurasi dan pimpinan perusahaan.
b. Pembantu pengusaha diluar
perusahaan, misalnya agen perusahaan, pengacara, notaries, makelar.
Pengusaha
dan Kewajibannya
Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan
perusahaan. Menurut undang-undang, ada dua macam kewajiban yang harus dilakukan
oleh perusahaan, yaitu :
1) Membuat
pembukuan ( sesuai dengan Pasal 6 KUH Dagang Undang-undang Nomor 8 Tahun 1997
tentang dokumen perusahaan ), dan di dalam pasal 2 undang-undang nomor 8 tahun
1997 yang dikatakan dokumen perusahaan adalah terdiri dari dokumen keuangan dan
dokumen lainnya.
a.
Dokumen keuangan
terdiri dari catatan ( neraca tahunan, perhitungan laba, rekening, jurnal
transaksi harian )
b.
Dokumen lainnya terdiri
dari data setiap tulisan yang berisi keterangan yang mempunyai nilai guna bagi
perusahaan, meskipun tidak terkait langsung denagn dokumen keuangan.
2) Mendaftarkan
perusahaannya ( sesuai Undang0undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Wajib daftar
perusahaan ). Dengan adanya undang-undang nomor 3 tahun 1982 tentang wajib
daftar perusahaan maka setiap orang atau badan yang menjalankan perusahaan,
menurut hukum wajib untuk melakukan pemdaftaran tentang segala sesuatu yang
berkaitan dengan usahanya sejak tanggal 1 juni 1985
Berdasarkan pasal 25 undang-undang nomor
3 tahun 1982, daftar perusahaan hapus, jika terjadi:
a. Perusahaan
yang bersangkutan menghentikan segala kegiatan usahanya
b. Perusahaaan
yang bersangkutan berhenti pada waktu akta pendiriannya kadarluasa
c.
Perusahaan yang
bersangkutan dihentikan segala kegiatan usahanya berdasarkan suatu putusan
pengadilan negeri yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Bentuk-Bentuk
Badan Usaha
Dibawah
ini adalah bentuk-bentu badan usaha, antara lain seperti dibawah ini :
a. Perusahaan
Perorangan
adalah perusahaan yang dikelola dan diawasi oleh satu orang sehingga semua
keuntungan yang didapatkan akan menjadi hak secara penuh dan jika terdapat
kerugian maka yang bersangkutan harus menanggung resiko tersebut secara
sendiri.
Maksud
dari perorangan ini adalah harus bersifat
kebendaan, harus untuk memperoleh keuntungan, keuntungan itu harus
dibagi-bagikan antara para anggota, harus mempunyai sifat yang baik dan dapat
diizinkan.
b. Firma
Menurut
perumusan pasal 16 dan 18 KUHD, yang dimaksudkan dengan perseroan firma adalah
tiap-tiap perseroan yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan dibawah
satu nama bersama, dimana anggota-anggotanya langsung dan sendiri-sendiri
bertanggunga jawab sepenuhnya terhadap orang-orang pihak ketiga.
c. Persekutuan
Komanditer (CV)
Pasal
19 KUHD menyebutkan, bahwa CV adalah suatu perseroan untuk menjalankan suatu
perusahaan yang dibentuk antara satu orang atau beberapa orang persero yang
secara tanggung menanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya pada satu pihak,
dan satu orang atau lebih sebagai pelepas uang pada pihak yang lain.
Perseroan
Terbatas (PT)
Perseroan
terbatas adalah suatu badan usaha yang mempunyai kekayaan, hak, serta kewajiban
sendiri, yang terpisah dari kekayaan, hak serta kewajiban para pendiri maupun
pemilik.
Pada
umumnya orang berpendapat bahwa PT adalah suatu bentuk perseroan yang didirikan
untuk menjalankan suatu perusahaan dengan modal perseroan tertentu yang terbagi
atas saham-saham, dalam mana para pemegang saham ikut serta dengan mengambil
satu saham atau lebih dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum dibuat oleh nama
bersama, dengan tidak bertanggung jawab sendiri untuk persetujuan-persetujuan
perseroan itu.
Koperasi
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang
atau badan hukum yang berlandaskan pada asas kekeluargaan dan demokrasi
ekonomi. Kegiatan usaha koperasi merupakan penjabaran dari UUD 1945 pasal 33
ayat (1). Dengan adanya penjelasan UUD 1945 Pasal 33 ayat (1) koperasi
berkedudukan sebagai soko guru perekonomian nasional dan sebagai bagian yang
tidak terpisahkan dalam sistem perekonomian nasional.
Yayasan
Yayasan merupakan badan hukum yang terdiri atas
kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan dalam mencapai tujuan tertentu pada
bidang sosial, keagamaan, kesehatan, kemanusiaan dan lain-lain. Yayasan dapat
mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan
didirikannya yayasan tersebut.
Pihak-pihak yang Terkait dengan Yayasan: Pengadilan Negeri, Kejaksaan dan Akuntan
Publik.
Badan
Usaha Milik Negara
BUMN adalah suatu unit usaha yang sebagian besar
atau seluruh modal berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan serta membuat
suatu produk atau jasa yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. BUMN juga
sebagai salah satu sumber penerimaan keuangan negara yang nilainya cukup besar.
Adapun jenis-jenis BUMN yang ada di Indonesia antara
lain:
a. Perusahaan
Perseroan (Persero)
Perusahaan persero adalah BUMN yang
berbentuk perseroan terbatas (PT) yang modal atau sahamnya paling sedikit 51%
dimiliki oleh pemerintah, yang tujuannya mengejar keuntungan. Di Indonesia
sendiri yang sudah menjadi Persero adalah PT. PP (Pembangunan Perumahan), PT
Bank BNI Tbk, PT Kimia Farma Tbk, PT Indo Farma Tbk, PT Tambang Timah Tbk, dan
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk.
b. Perusahaan
Jawatan (Perjan)
Perusahaan Jawatan (perjan) sebagai
salah satu bentuk BUMN memiliki modal yang berasal dari negara. Besarnya modal
Perusahaan Jawatan ditetapkan melalui APBN.
c. Perusahaan
Umum (Perum)
Perusahaan umum atau disingkat perum
adalah perusahaan unit bisnis negara yang seluruh modal dan kepemilikan
dikuasai oleh pemerintah dengan tujuan untuk memberikan penyediaan barang dan
jasa publik yang baik demi melayani masyarakat umum serta mengejar keuntungan
berdasarkan prinsip pengolahan perusahaan. Contoh perum antara lain : Perum
Peruri/PNRI (Percetakan Negara RI), Perum Perhutani, Perum Damri, Perum
Pegadaian, Perum Jasatirta, Perum DAMRI, dan sebagainya.
Sumber :
http://raninuraeni379.wordpress.com/s-i-h/hukum-dagang/1-hubungan-hukum-perdata-dengan-hukum-dagang/