Rabu, 15 Januari 2014

Tugas 4 - Softskill Ekonomi Koperasi

Softskill Ekonomi Koperasi

Koperasi di Dunia

A.   Inggris
Penderitaan yang dialami oleh kaum buruh di berbagai Negara di Eropa pada awal abad ke-19 dialami pula oleh para pendiri koperasi konsumsi di Rochdale, Inggris, pada tahun 1844.
Pada mulanya koperasi Rochdale memang hanya bergerak dalam usaha kebutuhan konsumsi, tapi kemudian meraka mulai mengembangkan sayapnya dengan melakukan usaha-usaha produktif. Dengan berpegangan pada asas-asas Rochdale, para pelopor koperasi Rochdale mengembangkan toko kecil mereka itu menjadi usaha yang mempu mendirikan pabrik, menyediakan perumahan bagi para anggotanya, serta menyelenggarakan pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan anggota dan pengurus koperasi.
Menyusun keberhasilan koperasi Rochdale, pada tahun 1852 telah berdiri sekitar 100 koperasi konsumsi di Inggris. Sebagaimana koperasi Rochdale, koperasi-koperasi ini pada umumnya didirikan oleh para konsumen.
Dalam rangka lebih memperkuat gerakan koperasi, pada tahun 1862, koperasi-koperasi konsumsi di Inggris menyatukan diri menjadi pusat Koperasi pembelian dengan nama The Cooperative Whole-sale Society, disingkat C. W. S. Pada tahun 1945, C.W.S telah memiliki sekitar 200 buah pabrik dan tempat usaha dengan 9000 pekeja, yang perputaran modalnya mencapai 55000000 poundsterling. Sedangkan pada tahun 1950, jumlah anggota koperasi di seluruh wilayah Inggris telah berjumlah lebih dari 11000000 orang dari sekitar 50000000 orang penduduk Inggris.

B.    Perancis
Perancis dn perkembangan industri telah menimbulkan kemiskinan dan penderitaan bagi rakyat Perancis. Berkat dorongan pelopor-pelopor mereka seperti Charles Forier, Louis Blanc, serta Ferdinand Lasalle, yang menyadari perlunya perbaikan nasib rakyat, para pengusaha kecil di Perancis berhasil membangun koperasi-koperasi yang  bergerak dibidang produksi.
Dewasa ini di Perancis terdapat Gabungan Koperasi Konsumsi Nasional Perancis (Federation Nationale Dess Cooperative de Consommantion), dengan jumlah koperasi yang tergabung sebanyak 476 buah. Jumlah anggotanya mencapai 3460000 orang, dan toko yang dimiliki berjumlah 9900 buah dengan perputaran modal sebesar 3600 milyar franc/tahun.

C.      Amerika Serikat.
Keadaan sosial ekonomi Amerika Serikat pada pertengahan abad ke-19 hampir sama dengan Inggris. Menurut catatan, jumlah Koperasi yang tumbuh antara tahun 1863-1939, berjumlah 2600 buah. Sekitar 57% dari Koperasi-koperai ini mengalami kegagalan.
Menurut catatan, dalam periode 1909-1921, sekitar 52% dari seluruh pekumpulan Koperasi pertanian yang ada telah bekerja secara efektif. Dalam perkembangannya, ada banyak jenis Koperasi yang berkembang di Amerika Serikat. Di daerah pedesaan antara lain dikenal adanya Koperasi Asuransi Bersama, Koperasi Llistrik dan Telepon, Koperasi Pengawetan Makanan, Koperasi Simpan-Pinjam dan Koperasi Penyediaan Benih. Sedangkan Koperasi-koperasi di perkotaan seringkali menyelenggarakan toko-toko eceran. Koperasi kredit dan Koperasi Perumahan juga banyak ditemukan dikota-kota, di Amerika Serikat juga berkembang Koperasi Rumah Sakit dan Koperasi Kesehatan.
Koperasi pertama yang berdiri di Amerika Serikat adalah The Philadelphia
Contributionship From Lose By Fire. Semacam asuransi kebakaran. Berikutnya berdiri koperasi pengairan yang mengurus irigasi pertanian.Dan pada tahun 1880 berdiri koperasi-koperasi pertanian yang besar (History and Performance of Inkopkar 1995). Sementara itu, di Amerika Serikat, selama bertahun-tahun juga telah berkembang perkumpulan simpan pinjam yang dikenal dengan nama Credit Union, berkat anjuran Alphonso Desjardin (1854- 1921).
Sebelumnya masyarakat pernah mencoba mendirikan perkumpulan serupa, seperti yang pernah didirikan oleh kaum pekerja pada tahun 1892 yang bernama The Boston Globe. Namun kurang mendapat sambutan masyarakat karena dinilai terlalu mengejar keuntungan, sehingga tidak mencerminkan suatu bentuk kerja sama dan tolong menolong.Alphonso, memulai usaha simpan pinjam dengan mendirikan semacam “Bank Rakyat” pada tahun 1900 di Levis Queebec, dengan menggerakkan kegiatan menabung di kalangan petani maupun buruh dan selanjutnya meminjamkan kepada sesama anggota yang memerlukan. Perkembangan yang pesat usaha simpan pinjam melalui “bank rakyat ” mendorong Alphonso berpikir akan perlunya landasan hukum bagi usaha tersebut.Atas usaha keras Alphonso bersama temannya Edward A Filene (1860-1913), pada tahun 1909, lahirlah undang-undang pertama tentang koperasi Simpan pinjam di Massachussets. Dalam perkembangannya, undang-undang tentang koperasi simpan pinjam itu juga mulai melebar ke New Hampshire.Koperasi simpan pinjam tersebut selanjutnya menjadi model atau teladan bagi seluruh koperasi simpan pinjam di Amerika Serikat, bahkan sampai ke Kanada.
Sampai tahun 1915, jumlah koperasi simpan pinjam atau credit union telah bertambah menjadi 11 unit dan tiga tahun kemudian meningkat menjadi 42 unit.Dan sampai tahun 1934 telah bertambah menjadi sekitar 2.400 unit yang tersebar di 38 negara bagian.Pada tahun tersebut, Presiden Roosevelt menandatangani Federal Credit Union Act.Dan pada tahun itu pula terbentuk Federal Credit Union yang menamakan diri sebagai National Credit Union Association, yang berkedudukan di Madison, Wiscounsin.

D.   Filipina
Lahirnya koperasi di Filipina dipicu oleh lahirnya kebijakan reforma Agraria. Koperasi yang berhasil di Filipina adalah Federasi Koperasi Mindanao (FEDCO), yang memiliki sekitar 20 anggota koperasi& 3600 petani perorangan. Koperasi ini mengelola hampir 5000 hektar lahan dengan komoditi pisang. MIDECO adalah salah satu koperasi yang pendiriannya didukung oleh LSM pada tahun 1986.

E.    Malaysia
Gerakan koperasi di Malaysia diperkenalkan pada tahun 1909 oleh pemerintah colonial. Penciptaan RIDA (OtoritaPengembangan Pedesaan&Industri) pada tahun 1990 membantu menfalisitasi melalui pegembanganpedesaan yang terintegrasi. Gerakan koperasi yang terkenal di Malaysia adalah gerakan koperasi pengembangan perumahan

F.    Jepang
kelahiran Koperasi di Jepang mulai muncul ketika perekonomian uang mulai dikenal oleh masyarakat pedalaman. Gerakan Koperasi pertanian mengalami kemajuan yang sangat pesat sejak tahun 1930-an, khususnya ketika penduduk Jepanng menghadapi krisis ekonomi yang melanda dunia dalam periode 1933. Di Jepang ada dua bentuk Koperasi pertania. Yang pertama disebut Koperasi Pertanian Umum. Koperasi ini bekerja atas dasar serba usaha, misalnya menyelenggarakan usaha pemasaran hasil pertanian, menyediakan kredit untuk usaha perasuransian, pemberian bimbingan dan penyuluhan pertanian bagi usaha tani. Bentuk Koperasi yang lain disebut Koperasi Khusus. Koperasi ini hanya menyelenggarakan satu jenis usaha seperti Koperasi buah, Koperasi daging ternak, Koperasi bunga-bungaan dan sebagainya. Pada umumnya Koperasi- koperasi pertanian di Jepang menyelenggarakan bentuk usaha Koperasi yang pertama. Perlu ditambahakan, Koperasi-koperasi yang menyelenggarakan kegiatan serba usaha juga tergabung dalam sebuah Koperasi Induk yang bernama Gabungan Perkumpulan Koperasi Pertanian Nasional (Zenkoku Nogyo Kyodokumiai Chuokai). Titik berat kegiatan Koperasi Gabungan atau ZEN-Noh ini adalah penyaluran sarana produksi dan pemasaran hasil pertanian. Selain itu di Jepang juga terdapat Induk Koperasi Asuransi Bersama, Induk Koperasi Perbankan untuk pertanian-kehutanan dan pusat asosiasi penerbitan.

G.   Korea
Perkembangan Koperasi di Korea, khususnya Koperasi pedesaan, dimulai pada awal abad ke-20. Di Korea ada dua organisasi pedesaan yang melayani kebutuhan kredit petani, yakni Bank Pertanian Korea dan Koperasi Pertanian.
Pada tahun 1961dalam rangka pelaksanaan Undang- undang Koperasi pertanian yang baru, Bank Pertanian Korea dan Koperasi Pertanian digabungkan menjadi satu dengan nama Gabungan Koperasi Pertanian Nasional (National Agricultural Cooperative Federation), disingkat NACF. Gabungan ini bekerja atas dasar prinsip-prinsip Koperasi yang modern dan melakukan kerjanya atas dasar serba usaha (Multipurpose). NACF bertugas mengembangkan sector pertanian, meningkatkan peran ekonomi dan sosial petani, serta menyelenggarakan usaha- usaha peningkatan budaya rakyat.

Koperasi di Indonesia

Pemerintah pun sebenarnya memiliki peran dalam permodalan dana koperasi, pemerintah memang menyisihkan dana untuk namun subsidi tersebut tidak disebarkan untuk koperasi jangkauan luas. Dana tersebut lebih dirasakan oleh koperasi yang berada di kota – kota besar dan  koperasi milik instansi pemerintah yang lebih banyak koperasi nya bersifat tertutup, padahal jika dilihat dari jangkauannya koperasi dikota – kota kecil ataupun pedesaan yang justru lebih menjangkau sampai masyarakat luas. Koperasi Indonesia seharusnya dapat berdiri sendiri walaupun tanpa campur tangan pemerintah, agar koperasi tersebut bisa mandiri dan dapat bersaing dengan badan usaha lain di era yang semakin modern ini.
Koperasi Indonesia yang semakin memprihatinkan ini disebabkan juga oleh factor manusia. Banyak masyarakat Indonesia yang belum benar-benar mengenal apa itu koperasi dan penerapannya.  Serta anggotanya sendiri yang kurang pengetahuan tentang ini. Hal ini terjadi karena sosialisasi yang kurang optimal. Anggota koperasi biasanya hanya tahu bagaimana melayani konsumen padahal anggota koperasi juga merupakan bagian dari kepemilikan koperasi tersebut. Mereka berhak untuk berpartisipasi dalam memberikan kebijakan dan memberikan saran agar koperasi bisa lebih maju., karena tanpa kerja sama antar anggota, koperasi pun tidak akan ada, seperti prisipnya yaitu kekeluargaan.
Masalah lainnya akibat dari tidak aktifnya koperasi-koperasi di Indonesia adalah cara pengelolaannya yang kurang professional. Sumber daya manusia disini sangat penting untuk kemajuan koperasi. Sebenarnya yang harus dibenahi disini adalah manajemen pengelolaan terhadap anggota-anggotanya juga. Koperasi yang berhasil adalah yang mempunyai anggota dengan sikap yang transparan dan tanggung jawab.
Melihat dari penjelasan wajah koperasi di Indonesia saat ini, banyak masalah yang satu persatu harus dibenahi agar meciptakan koperasi Indonesia menjadi lebih baik lagi. Yang harus dirubah yaitu dengan meningkatkan pendidikan dan tekhnologi dengan cara memberika penyuluhan kepada generasi muda yang akan memajukkan koperasi. Selain itu juga SDM atau sumber daya manusia yang tinggi, misalnya dengan merekrut pekerja-pekerja Indonesia yang berkualitas dan berpendidikan. Bukan hanya dari sisi eksternal saja tetapi juga dari segi internalnya yaitu anggotanya yang harus bersikap transparan agar tidak terjadi penyelewengan dana dan pemanfaatan koperasi untuk kepentingan pribadi.

English
The Government also has a role in actual capital fund cooperatives, Government does set aside funds for the subsidies, but do not spread to a wide range of cooperative. These funds are more perceptible by the cooperative in the city – the city-owned cooperatives and large government agencies that his cooperative is more closed, whereas if viewed from a cooperative in its scope – the small town or the countryside more precisely reach out to society at large. Indonesia cooperative should be able to stand on its own even without government intervention, so that cooperatives can be self-sustaining and can compete with other business entities in an increasingly modern era. Indonesia's increasingly cooperative concern is caused by the human factor.
The people of Indonesia have yet to truly know what is cooperative and its application.  As well as its own members who are less knowledgeable about this. This happens due to a less than optimal socialization. Cooperative members usually know only how to serve consumers when cooperative members are also part of the ownership of the cooperative. They are entitled to participate in providing policy and providing advice in order that the cooperative could be more forward. because without teamwork between members, the cooperative also would not exist, such as the prisipnya family.
Other problems resulting from not active cooperatives in Indonesia was the way management has a less professional. Human resources here are very important for the progress of the cooperative. Actually that should be addressed here is the management of its members as well. Successful cooperatives are having a member with a transparent attitude and responsibility.
See the description of the face of cooperatives in Indonesia at this time, many of the issues that must be addressed one by one to create the cooperative Indonesia get better again. That should be changed is by improving education and technology by way of attributing the extension to the younger generation that will memajukkan the cooperative. In addition, HUMAN RESOURCES or human resources, for example by recruiting the workers qualified and educated Indonesia. Not just from external side only but also in terms of its internal member that should be transparent so there happen to misappropriation of funds and cooperative utilization for personal gain.

Sumber: